Menggambar pada intinya adalah memindahkan suatu objek kedalam sebuah
bidang atau media. Dalam menggambar unsur “ide” dan “perasaan” sangat
jarang sekali atau hampir tidak berperan. Misal jika kita menggambar
sebuah Meja atau Kursi maka akan menjadi sebuah gambar meja kursi.
Sedangkan Melukis adalah proses mencurahkan ide,gagasan dan perasaan
yang dituangkan kedalam media dua dimensi. Ketika melukis objek yang
dilukis tidak harus dama dengan aslinya, bisa dibumbui ide-ide kreatif
dari sang pelukis. Sebuah lukisan wajah atau objek lain misal bisa
diberi berbagai gaya misal deformasi,stilasi,ekspressif, naif dan yang
lainnya.
PENGERTIA SENI LUKIS
Seni lukis adalah salah satu cabang dari
seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari
menggambar.
Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium
lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti
kanvas,
kertas,
papan, dan bahkan
film di dalam
fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan
imaji tertentu kepada media yang digunakan.
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni
disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata
jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah
atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang
kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik.
Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian,
adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di
dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada
pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang
merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan
masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak
hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada
masa lampau.
Dalam bahasa Latin pada abad
pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars
adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam
mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang
memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada
di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan
dengan cilpa.
Sejarah umum seni lukis
Zaman prasejarah
Secara
historis, seni lukis sangat terkait dengan
gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang
manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding
gua
untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan
atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana
seperti
arang,
kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan
tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan
dedaunan atau
batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan
berwana-warni
di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini.
Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk
berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti
seni patung dan
seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti
dinding,
lantai,
kertas, atau
kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan
dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia,
binatang, dan objek-objek alam lain seperti
pohon,
bukit,
gunung,
sungai, dan
laut.
Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut
citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor
banteng dibuat dengan
proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran
tanduk
asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang
menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng.
Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda
tergantung dari pemahaman
budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan
waktu untuk menggambar daripada mencari
makanan.
Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan
susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih
menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam
cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu
sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah
seniman-seniman yang pertama di muka
bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan
seni.
Seni lukis zaman klasik
Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
- Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
- Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),
Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk
meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai
akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa
seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam
banyak hal.
Seni lukis zaman pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh
agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai
sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada
Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan
realitas.
Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa
simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan “bagus”.
Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat
propaganda
dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia
mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang “benar”
dari benda).
Seni lukis zaman Renaissance
Berawal dari kota
Firenze. Setelah kekalahan dari
Turki, banyak sekali
ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari
Bizantium menuju daerah semenanjung
Italia sekarang. Dukungan dari keluarga
deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat
sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru
Eropa.
Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman
klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat
baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada
akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga
Eropa Timur.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:
Art nouveau
Revolusi Industri di
Inggris
telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat
dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai
dampaknya, keahlian tangan seorang
seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan
mesin.
Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin
dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya
menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya
diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari
keindahan garis-garis
tumbuhan di alam.
Sejarah seni lukis di Indonesia
Seni lukis modern
Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan
Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa
Eropa Barat pada zaman itu ke aliran
romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari
melukis gaya Eropa
yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan
belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis
Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera
Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama
seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak
melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak
pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke
arah “kerakyatan”. Objek yang berhubungan dengan keindahan alam
Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap
menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme
yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan
kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke
bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang
bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis
pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari
kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai.
Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda.
Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal
abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan
konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang
belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh
gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau
seni kontemporer,
dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan
“Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan
tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif
semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis
konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan
lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan
bisnis alternatif investasi.
Aliran seni lukis
Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan
menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis
berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah
setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu
yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan
usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk
mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini
adalah
Pablo Picasso.
Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah
seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha
membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya.
Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang
lukisan.
Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis
pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi
untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh
terkenal dari aliran ini adalah
Raden Saleh.
Plural painting
Adalah sebuah proses beraktivitas seni
melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan
menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual.
Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING.
Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai
ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan
idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style.
Seni lukis daun
Adalah aliran seni lukis kontemporer,
dimana lukisan tersebut menggunakan daun tumbuh-tumbuhan, yang diberi
warna atau tanpa pewarna. Seni lukis ini memanfaatkan sampah daun
tumbuh-tumbuhan, dimana daun memiliki warna khas dan tidak busuk jika
ditangani dengan benar. senidaun.wordpress.com
Aliran lain
Abstraksi
Adalah usaha untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Teknik abstraksi yang berkembang pesat seiring merebaknya
seni kontemporer
saat ini berarti tindakan menghindari peniruan objek secara mentah.
Unsur yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek diperkuat
untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya. Abstraksi
disebut juga sebagai salah satu aliran yang terdapat di dalam seni
lukis.
Pelukis terkenal Indonesia
SENI LKIS DALAM PANDANGAN ISLAM
Seni rupa mulai berkembang pesat di
dunia Islam mulai abad ke-7 M. Sejak itulah, agama yang diajarkan
Rasulullah SAW itu menyebar luas tak hanya di Semenanjung Arab,
melainkan juga hingga mencapai Bizantium, Persia, Afrika, Asia, bahkan
Eropa. Perkembangan seni lukis di dunia Islam terbilang sangat unik
karena diwarnai dengan pro dan kontra.
Adalah perbedaan pemahaman pada Hadis
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari-Muslim yang membuat seni
lukis menjadi kontroversi di kalangan umat Islam. Dalam hadis itu
Rasulullah SAW bersabda, “Malaikat tak akan memasuki rumah yang di
dalamnya terdapat gambar dan anjing.” Hadis ini dipandang shahih, karena
diriwayatkan Imam Bukhari-Muslim.
Meski begitu, kalangan ulama berbeda
pendapat soal boleh atau tidaknya melukis. Dalam <I>Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam<I> terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH)
disebutkan, ulama yang mengharamkan lukisan atau gambar, antara lain
Asy-Syaukani, Al-Lubudi, Al-Khatibi, serta Badan Fatwa Universitas
Al-Azhar. Para ulama itu berpegang pada hadis di atas.
Sementara itu, ulama terkemuka seperti
Al-Aini, At-Tabrari, dan Muhammad Abduh justru menghalalkan lukisan dan
gambar. Syeikh Muhammad Abduh berkata, “Pembuatan gambar telah banyak
dilakukan dan sejauh ini tak dapat dimungkiri manfaatnya. Berbagai
bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau gambar telah hilang dari
pikiran manusia.”
Tokoh pembaru Islam dari Mesir itu
berpendapat bahwa hukum Islam tak akan melarang suatu hal yang sangat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. “Apalagi bila sudah dapat dipastikan
bahwa hal itu tidak berbahaya bagi agama, iman, dan amal,” cetus Abduh.
Dari zaman ke zaman perbedaan pendapat ini terus bergulir.
Di tengah pro dan kontra itu seni lukis
berkembang di dunia Islam. Meski begitu, para arkeolog dan sejarawan tak
menemukan adanya bukti adanya sisa peninggalan lukisan Islam asli di
atas kanvas serta panel kayu. Hasil penggalian yang dilakukan arkeolog
justru menemukan adanya lukisan dinding, lukisan kecil di atas kertas
yang berfungsi sebagai gambar ilustrasi pada buku.
Salah satu bukti bahwa umat Islam mulai
terbiasa dengan gambar makhluk hidup paling tidak terjadi pada masa
pemerintahan Dinasti Umayyah (661 M -750 M) di Damaskus, Suriah. Hal itu
dapat disaksikan dalam lukisan yang terdapat pada Istana keci Qusair
Amrah yang dibangun pada 724 M hingga 748 M.
Selain itu, serambi istana Musyatta yang
dibangun penguasa Umayyah di akhir kekuasaannya tahun 750 M, juga
dipenuhi lukisan manusia dan binatang. Pada era kekuasaan Abbasiyah,
penggunaan gambar makhluk hidup dalam lukisan dinding juga digunakan
pada istana Juasaq Al-Kharqani yang dibangun oleh Khalifah Al-Mu’tasim
pada 836 M-839 M.
Makhluk hidup juga menjadi objek lukisan
di istana Dinasti Abbasiyah di era pemerintahan Al-Muqtadir (908 M-932
M). Dalam dinding istana itu, tergambar lima belas penunggang kuda.
Lukisan ini dipengaruhi gaya Mesopotamia. Lukisan manusia juga terdapat
dalam dinding istana Sultan Mahmud Gazna (wafat 1030 M).
Gambar prajurit serta perburuan gajah
yang terlukis di dinding istana Sultan itu lebih banyak dipengaruhi seni
dari India. Lukisan manusia dan makhluk hidup mulai berkembang pesat di
era Dinasti Fatimiyah dan Seljuk antara abad ke-12 dan 13 M. Seabad
kemudian, seni lukis miniatur berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti
Il-Khans–dinasti keturunan Hulagu Khan yang sudah masuk Islam.
Penguasa Il-Khans, seperti Mahmud Ghazan
(1295 M-1304 M), Muhammad Khodabandeh (Oljeitu) (1304 M-1316 M), dan
Abu Sa’id Bahadur (1316 M-1335 M) sangat menaruh perhatian pada
perkembangan seni. Mereka memperbaiki kerusakan-kerusakan yang
diakibatkan oleh invasi yang dilakukan leluhurnya terhadap dunia Islam.
Dinasti ini pun memperkenalkan gaya
lukis Cina terhadap seni lukis miniatur Persia di zaman itu. Seni lukis
miniatur Persia berkembang makin pesat di era kekuasaan Dinasti Timurid
di wilayah Iran. Dipengaruhi gaya lukis Cina dan India, seni lukis
miniatur Persia itu tampil dengan gaya yang unik. Seni lukis tradisi
berkualitas tinggi juga berlangsung di era kekuasaan Dinasti Safawiyah.
Lantaran negara-negara Islam saat itu
berbentuk monarki, seni lukis di setiap kota Islam sangat ditentukan
pemimpinnya. Para penguasa Dinasti Safawiyah sebenarnya sangat mendukung
para seniman. Salah seorang pemimpin Safawiyah yang mendukung kegiatan
para seniman itu adalah Shah Ismail I Safav. Bahkan, dia mengangkat
Kamaludin Behzad–pelukis kenamaan Persia–sebagai direktur studio lukis
istana.
Lukisan Persia memiliki ciri khas
tersendiri. Kebanyakan berisi sanjungan kepada raja dan penguasa. Selain
itu, ada pula lukisan keagamaan yang menggambarkan interpretasi orang
Persia terhadap Islam– agama yang mereka anut. Lukisan Persia pun sangat
termasyhur dengan penggunaan geometri dan warna-warna penuh semangat.
Yang lebih penting lagi, lukisan Persia
dikenal mata ilustratif. Lukisannya mampu memadukan antara puisi dengan
seni lukis. Bila kita melihat lukisan Persia, seakan-akan kita diajak
untuk membaca sebuah kisah puitis yang mampu menumbuhkan rasa
kepahlawanan. Hal itu terjadi, karena lukisan-lukisan itu diciptakan dan
terinspirasi oleh syair-syair yang begitu luar biasa.
Penguasa Safawiyah mulai mencabut
dukungannya kepada para seniman di era kekuasaan Shah Tahmasp I tahun
1540-an. Akibatnya, para seniman yang bekerja di istana Shah pergi
meninggalkan Tabriz, Iran. Mereka ada yang hijrah ke Bukhara kawasan
utara India. Tak heran, jika seni lukis berkembang di Kesultanan Mughal,
India. Di wilayah ini, seni lukis dikembangkan oleh para seniman
imigran.
Salah satu ciri khas seni lukis Mughal
adalah lebih bernilai humanistik dibandingkan hiasan. Gambar yang
dilukiskan lebih ke dalam bentuk realistik, dibandingkan dalam bentuk
fantasi. Pada era kekuasaan Turki Usmani, seni lukis juga berkembang
pesat dengan sokongan dari istana Sultan.
Para penguasa Usmani memerintahkan para
senimannya menggambar beragam bentuk peristiwa tentang kiprah Sultan,
seperti pertempuran dan festival. Di era kepemimpinan Sultan Sulaeman
Al-Qanuni ada pelukis miniatur terkemuka bernama Nasuh Al-Matraki.
Hampir semua karya lukis pada zaman ini tersimpan di Perpustakaan Istana
di Istanbul.
Begitulah seni lukis berkembang dari
masa ke masa di era kejayaan Islam. Seni lukis yang khas dari setiap
dinasti membuktikan bahwa umat Islam pada waktu itu mampu mencapai
peradaban yang sangat tinggi di dunia.