Jumat, 01 Maret 2013

pengertian melukis

Menggambar atau Melukis, gambar atau lukisan? dimana letak perbedaannya.  Bagi orang yang (maaf) awam seni terutama seni rupa belum bisa membedakan antara mana yang menggabar dan mana yang melukis.  Di artikel ini saya akan mencoba sedikit mengupas apa itu perbedaan menggambar dan melukis dari sebatas yang saya tahu.
Menggambar pada intinya adalah memindahkan suatu objek kedalam sebuah bidang atau media. Dalam menggambar unsur “ide” dan “perasaan” sangat jarang sekali atau hampir tidak berperan. Misal jika kita menggambar sebuah Meja atau Kursi maka akan menjadi sebuah gambar meja kursi.
Sedangkan Melukis adalah proses mencurahkan ide,gagasan dan perasaan yang dituangkan kedalam media dua dimensi. Ketika melukis objek yang dilukis tidak harus dama dengan aslinya, bisa dibumbui ide-ide kreatif dari sang pelukis. Sebuah lukisan wajah atau objek lain misal bisa diberi berbagai gaya misal deformasi,stilasi,ekspressif, naif dan yang lainnya.
Demikian sedikit dari yang saya tahu mengenai perbedaan melukis dan menggambar yang semoga bermanfaat buat anda yang kebetulan lewat di blog ini. Jika ada kesalahan dan kekkurangan mohon koreksinya.

kata kunci menuju posting ini:

PENGERTIA SENI LUKIS
Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.
Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa.
Sejarah umum seni lukis
Zaman prasejarah
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.

Seni lukis zaman klasik
Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
  • Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
  • Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),
Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
Seni lukis zaman pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.
Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan “bagus”.
Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang “benar” dari benda).
Seni lukis zaman Renaissance
Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:
Art nouveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.
Sejarah seni lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah “kerakyatan”. Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.
Aliran seni lukis
Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.

Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.
Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.
Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.
Plural painting
Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style.
Seni lukis daun
Adalah aliran seni lukis kontemporer, dimana lukisan tersebut menggunakan daun tumbuh-tumbuhan, yang diberi warna atau tanpa pewarna. Seni lukis ini memanfaatkan sampah daun tumbuh-tumbuhan, dimana daun memiliki warna khas dan tidak busuk jika ditangani dengan benar. senidaun.wordpress.com

Aliran lain
Abstraksi
Adalah usaha untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Teknik abstraksi yang berkembang pesat seiring merebaknya seni kontemporer saat ini berarti tindakan menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya. Abstraksi disebut juga sebagai salah satu aliran yang terdapat di dalam seni lukis.
Pelukis terkenal Indonesia
SENI LKIS DALAM PANDANGAN ISLAM
Seni rupa mulai berkembang pesat di dunia Islam mulai abad ke-7 M. Sejak itulah, agama yang diajarkan Rasulullah SAW itu menyebar luas tak hanya di Semenanjung Arab, melainkan juga hingga mencapai Bizantium, Persia, Afrika, Asia, bahkan Eropa. Perkembangan seni lukis di dunia Islam terbilang sangat unik karena diwarnai dengan pro dan kontra.
Adalah perbedaan pemahaman pada Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari-Muslim yang membuat seni lukis menjadi kontroversi di kalangan umat Islam. Dalam hadis itu Rasulullah SAW bersabda, “Malaikat tak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar dan anjing.” Hadis ini dipandang shahih, karena diriwayatkan Imam Bukhari-Muslim.
Meski begitu, kalangan ulama berbeda pendapat soal boleh atau tidaknya melukis. Dalam <I>Ensiklopedi Tematis Dunia Islam<I> terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH) disebutkan, ulama yang mengharamkan lukisan atau gambar, antara lain Asy-Syaukani, Al-Lubudi, Al-Khatibi, serta Badan Fatwa Universitas Al-Azhar. Para ulama itu berpegang pada hadis di atas.
Sementara itu, ulama terkemuka seperti Al-Aini, At-Tabrari, dan Muhammad Abduh justru menghalalkan lukisan dan gambar. Syeikh Muhammad Abduh berkata, “Pembuatan gambar telah banyak dilakukan dan sejauh ini tak dapat dimungkiri manfaatnya. Berbagai bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau gambar telah hilang dari pikiran manusia.”
Tokoh pembaru Islam dari Mesir itu berpendapat bahwa hukum Islam tak akan melarang suatu hal yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. “Apalagi bila sudah dapat dipastikan bahwa hal itu tidak berbahaya bagi agama, iman, dan amal,” cetus Abduh. Dari zaman ke zaman perbedaan pendapat ini terus bergulir.
Di tengah pro dan kontra itu seni lukis berkembang di dunia Islam. Meski begitu, para arkeolog dan sejarawan tak menemukan adanya bukti adanya sisa peninggalan lukisan Islam asli di atas kanvas serta panel kayu. Hasil penggalian yang dilakukan arkeolog justru menemukan adanya lukisan dinding, lukisan kecil di atas kertas yang berfungsi sebagai gambar ilustrasi pada buku.
Salah satu bukti bahwa umat Islam mulai terbiasa dengan gambar makhluk hidup paling tidak terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah (661 M -750 M) di Damaskus, Suriah. Hal itu dapat disaksikan dalam lukisan yang terdapat pada Istana keci Qusair Amrah yang dibangun pada 724 M hingga 748 M.
Selain itu, serambi istana Musyatta yang dibangun penguasa Umayyah di akhir kekuasaannya tahun 750 M, juga dipenuhi lukisan manusia dan binatang. Pada era kekuasaan Abbasiyah, penggunaan gambar makhluk hidup dalam lukisan dinding juga digunakan pada istana Juasaq Al-Kharqani yang dibangun oleh Khalifah Al-Mu’tasim pada 836 M-839 M.
Makhluk hidup juga menjadi objek lukisan di istana Dinasti Abbasiyah di era pemerintahan Al-Muqtadir (908 M-932 M). Dalam dinding istana itu, tergambar lima belas penunggang kuda. Lukisan ini dipengaruhi gaya Mesopotamia. Lukisan manusia juga terdapat dalam dinding istana Sultan Mahmud Gazna (wafat 1030 M).
Gambar prajurit serta perburuan gajah yang terlukis di dinding istana Sultan itu lebih banyak dipengaruhi seni dari India. Lukisan manusia dan makhluk hidup mulai berkembang pesat di era Dinasti Fatimiyah dan Seljuk antara abad ke-12 dan 13 M. Seabad kemudian, seni lukis miniatur berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti Il-Khans–dinasti keturunan Hulagu Khan yang sudah masuk Islam.
Penguasa Il-Khans, seperti Mahmud Ghazan (1295 M-1304 M), Muhammad Khodabandeh (Oljeitu) (1304 M-1316 M), dan Abu Sa’id Bahadur (1316 M-1335 M) sangat menaruh perhatian pada perkembangan seni. Mereka memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh invasi yang dilakukan leluhurnya terhadap dunia Islam.
Dinasti ini pun memperkenalkan gaya lukis Cina terhadap seni lukis miniatur Persia di zaman itu. Seni lukis miniatur Persia berkembang makin pesat di era kekuasaan Dinasti Timurid di wilayah Iran. Dipengaruhi gaya lukis Cina dan India, seni lukis miniatur Persia itu tampil dengan gaya yang unik. Seni lukis tradisi berkualitas tinggi juga berlangsung di era kekuasaan Dinasti Safawiyah.
Lantaran negara-negara Islam saat itu berbentuk monarki, seni lukis di setiap kota Islam sangat ditentukan pemimpinnya. Para penguasa Dinasti Safawiyah sebenarnya sangat mendukung para seniman. Salah seorang pemimpin Safawiyah yang mendukung kegiatan para seniman itu adalah Shah Ismail I Safav. Bahkan, dia mengangkat Kamaludin Behzad–pelukis kenamaan Persia–sebagai direktur studio lukis istana.
Lukisan Persia memiliki ciri khas tersendiri. Kebanyakan berisi sanjungan kepada raja dan penguasa. Selain itu, ada pula lukisan keagamaan yang menggambarkan interpretasi orang Persia terhadap Islam– agama yang mereka anut. Lukisan Persia pun sangat termasyhur dengan penggunaan geometri dan warna-warna penuh semangat.
Yang lebih penting lagi, lukisan Persia dikenal mata ilustratif. Lukisannya mampu memadukan antara puisi dengan seni lukis. Bila kita melihat lukisan Persia, seakan-akan kita diajak untuk membaca sebuah kisah puitis yang mampu menumbuhkan rasa kepahlawanan. Hal itu terjadi, karena lukisan-lukisan itu diciptakan dan terinspirasi oleh syair-syair yang begitu luar biasa.
Penguasa Safawiyah mulai mencabut dukungannya kepada para seniman di era kekuasaan Shah Tahmasp I tahun 1540-an. Akibatnya, para seniman yang bekerja di istana Shah pergi meninggalkan Tabriz, Iran. Mereka ada yang hijrah ke Bukhara kawasan utara India. Tak heran, jika seni lukis berkembang di Kesultanan Mughal, India. Di wilayah ini, seni lukis dikembangkan oleh para seniman imigran.
Salah satu ciri khas seni lukis Mughal adalah lebih bernilai humanistik dibandingkan hiasan. Gambar yang dilukiskan lebih ke dalam bentuk realistik, dibandingkan dalam bentuk fantasi. Pada era kekuasaan Turki Usmani, seni lukis juga berkembang pesat dengan sokongan dari istana Sultan.
Para penguasa Usmani memerintahkan para senimannya menggambar beragam bentuk peristiwa tentang kiprah Sultan, seperti pertempuran dan festival. Di era kepemimpinan Sultan Sulaeman Al-Qanuni ada pelukis miniatur terkemuka bernama Nasuh Al-Matraki. Hampir semua karya lukis pada zaman ini tersimpan di Perpustakaan Istana di Istanbul.
Begitulah seni lukis berkembang dari masa ke masa di era kejayaan Islam. Seni lukis yang khas dari setiap dinasti membuktikan bahwa umat Islam pada waktu itu mampu mencapai peradaban yang sangat tinggi di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar